Jumat, 28 Mei 2010

DNA Rekombinan



Secara klasik analisis molekuler protein dan materi lainnya dari kebanyakan organisme ternyata sangat tidak mudah untuk dilakukan karena adanya kesulitan untuk memurnikannya dalam jumlah besar. Namun, sejak tahun 1970-an berkembang suatu teknologi yang dapat diterapkan sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah tersebut melalui isolasi dan manipulasi terhadap gen yang bertanggung jawab atas ekspresi protein tertentu atau pembentukan suatu produk.

Teknologi yang dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan, atau dengan istilah yang lebih populer rekayasa genetika, ini melibatkan upaya perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering pula dikatakan sebagai kloning gen. Banyak definisi telah diberikan untuk mendeskripsikan pengertian teknologi DNA rekombinan. Salah satu di antaranya, yang mungkin paling representatif, menyebutkan bahwa teknologi DNA rekombinan adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang. Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi manfaat. Pertama, dengan mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar daripada produksi secara konvensional.

Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu . Tahapan-tahapan tersebut adalah :

  • Isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon.

  • Pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran.

  • Isolasi DNA vector.

  • Penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan.

  • Transformasi sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan.

  • Reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang, dan analisis DNA rekombinan.


Minggu, 16 Mei 2010

upaya penanganan limbah bau kotoran unggas

Mengurangi dampak negatif bau yang ditimbulkan dari usaha peternakan ayam dapat ditakukan dengan beberapa cara antara lain dengan membubuhkan sesuatu senyawa pada pakan sebagai imbuhan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pakan, sehingga mengurangi sisa protein yang tidak tercerna dan diharapkan dapat mengurangi terbentuknya gas yang berbau dalam proses penumpukan kotoran. Pengelolaan dapat pula dilakukan terhadap kotoran yang ihasilkan dengan menambahkan suatu senyawa yang dapat mengurangi bau. Senyawa tersebut di antaranya, zeolit yang ditambahkan baik sebagai imbuhan pakan maupun ditambahkan pada kotoran. Senyawa lain adalah kaporit dan kapur yang hanya dapat ditambahakan pada kotoran ayam, kemudian sejenis mikroorganisme seperti suplementasi probiotik starbio dan pengggunaan Effective microorganism (EMe) pada kotoran temak.

Penggunaan Zeolit

Zeolit merupakan mineral galian tambang dan mudah diperoleh di Indonesia, yang dapat digunakan untuk mengurangi pencemaran gas amonia dan F12S pada kotoran ayam. Zeolit merupakan mineral yang terdiri atas kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung kation allWi tanah. Zeolit mempunyai struktur berongga dengan ukuran pori tertentu yang dapat berisi air atau ion yang dapat dipertukarkan dengan ion‑ion lain tanpa merusak struktur zeolit dan dapat menyerap air secara reversible. Zeolit diketahui mampu menyerap molekul‑molekul lain dan mampu menyerap gas‑gas C02, H2S dan lain‑lain.

Zeolit yang ditambahkan ke dalam pakan sebanyak 20/0 atau 4% untuk mengurangi pembentukan gas amonia dan hidrogen sulfida dari kotoran ayam ternyata kurang efektif. Akan tetapi ada kecenderungan menurunnya pembentukan gas pada penggunaan zeolit berkonsentrasi 4%, dan penggunaan konsentrasi zeolit yang lebih tinggi memberi kemungkinan yang besar dalam menurunkan pembentukan gas amonia dan hidrogen sulfida, namun perlu diperhatikan efek sampingan dari penggunaan zeolit yang tinggi. Zeolit merupakan bahan penyerap yang tidak selektif, sehingga. dikhawatirkan unsur nutrisi lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ayam juga akan terserap. Oleh karenanya, penambahan zeolit dalam pakan ayam pedaging atau petelur dengan dosis yang terlalu tinggi tidak dianjurkan.

Percobaan penggunaan zeolit pada skala laboratorium diketahui bahwa pemberian zeolit secara langsung pada kotorn ayam ternyata lebih efektif dalam menekan pembentukan gas amonia dan H2S pada kotoran ayam tersebut. Zeolit dengan konsentrasi 10% yang ditambahkan pada kotoran aymn mampu mengurangi pembentukan gas‑gas tersebut secara nyata. Penggunaan zeolit dengan konsentrasi 5% hanya mampu menekan gas H2S secara nyata, sedangkan pembentukan gas amonia juga berkurang namun tidak terlihat nyata.

AZHARI dan MURDIATI (1997) melaporkan hasil penelitiannya dengan menggunakan zwlit yang dicampur dengan Morin yang ditaburkan pada kotoran ayam. Konsentrasi zeolit yang lebih tinggi, yaitu 15% dan 30%, sedangkan konsentrasi Morin yang digunakan adalah 1 ‑000 ppm. Ternyata. penaburan zeolit 30% pada kotoran. sangat efektif dalam mengurangi kweentrasi gas H2S selama 8 hari, sedangkan gas amonia berkurang drastis selama 10 hari. Penniman zeolit Yang dikombinasikan dengan Morin pada kotoran secara rata‑rata cenderung mengurangi konsentrasi gas‑gas tersebut menjadi semakin rendah dibandingkan dengan pennunaan bahan‑bahan tersebut secara terpisah. Namun perlu dipikirkan lebih lanjut efek dari penggunaan Morin ini~ terutama dalam hal konsentrasinya, karena dalam kotoran Morin berfungsi membunuh mikroba‑mikroba pembusukan yang menghasilkan gas amonia. Keadaan ini mungkin tidak sesuai jika kotoran tersebut digunakan sebagai pupuk, karena klorin dapat membunuh mikroba‑mikroba tanah yang dibutuhkan. Selain itu, perlu pula dihitung apakah cukup ekonomis penggunaan zeolit yang relatif tinggi (30%).


Penggunaan Kapur

Kapur telah banyak digunakan dalam bidang lingkungan, terutama dalam proses pngolahan air sebagai penurun kesadahan, menetralkan keasaman, menurunkan kadar silikat dan bahan‑bahan organik, proses pengolahan bahan buangan biji besi dan pengolahan limbah tekstil untuk mengurangi warna. Pada petemakan aymn, kapur dapat digunakan untuk membersihkan lantai kandang, mengeringkan, dan mengurangi bau dari kotoran ayam. Komposisi utama dari bantuan kapur yang dipakai adalah CaCO3 dan MgCO3. Kapur yang tersedia di pasaran biasanya sudah mengalami proses kalsinasi dengan pemanasan, sehingga, berada dalam bentuk CaO, MgO. Kapur juga sej A lama digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah pertanian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kapur 1% dan 3% pada kotoran ayam dapat mengurangi pelepasan gas amonia dan H2S secara nyata, pH kotoran. menjadi lebih tinggi, namun masih dalam kisaran 7,77‑8,42. Pada Gwnbar I terlihat jelas pengaruh penggunaan kapur terhadap pembentukan rata‑rata, gas amonia dan H2S selama 14 hari masa, dekomposisi.

Penggunaan kapur pada kotoran ayam selain mengurangi cemaran amonia ke udara, juga pupuk yang menghasilkan akan mengandung nitrogen yang cukup finggi, karena tidak banyak nitrogen yang hilang sebagai amonia. Kehilangan nitrogen pada kotoran merupakan kerugian bagi para peternak, kerana pupuk yang dihasilkan kualitasnya akan berkurang, kandungan nitrogennya menjadi lebih rendah. Penggunaan kapur 1% yang ditaburkan pada kotoran ayam, memberikan kualitas kotoran ayam. sebagai pupuk orgamk dengan konsentrasi nitrogen 4,96 mg/g bobot kering atau 0,496%, masih termasuk kualitas pupuk organik yang baik. Pupuk organik yang berasal dari kotoran ayarn mempunyai kandungan unsur hara yang beragam, akan tetapi ditetapkan suatu kesimpulan bahwa unsur hara yang terdapat dalam pupuk organik atau pupuk kandang rata‑rata. 0,5% nitrogen; 0,25% P205; dan 0,5% K20. Pupuk kandang dengan kandungan unsur hara seperti konsentrasi tersebut di atas sudah dikatakan berkualitas baik.

Peuggunaan Mikroba

Panggunaan mikroba untuk nmigurangi pembentukan gas amonia telah pula dicoba diantaranya adalah probiotik starbio yang ditambahkan pada pakan ayam pedaging dan ayam buras petelur. Probiotik starbio adalah mikroba pengurai protein (proteolitik), serat kasar (sellulitik), lignin (lignolitik), dan nitrogen fiksasi non simbiotik, yang berasal dari lambung sapi dan dikemas dalwn campuran tanah, akar rumput dan daun‑daun atau ranting yang dibusukan. Penambahan 0,025-0,05% starbio pada pakan ayam. komersial, ternyata kadar amonia di lingkungan kandangnya (4‑5 ppm) lebih rendah dibandingkan dengan kadar amonia di lingkungan kandang yang pakannya diberikan tanpa penambahan starbio (8‑10 ppm). Suplementasi probiotik juga menguntungkan karena penerimaan produk akhir dikurangi biaya pakan (income over feed cost) lebih tinggi baik pada ayam. pedaging maupun ayarn buras petelur.

Penggunaan mikroba pengurai limbah yang disebut effective microorganism (EM4R) pada kotoran babi telah pula dicoba dan ternyata penggunaan EM4 R dengan kadar 1,5 % dapat menurunkan kadar gas amonia dan H2S. EM4 R acWah biakan campuran mikroorganisme tanah yang telah dikemas dalam bentuk cairan dan bentuk serbuk. Mikroorganisme tersebut mempunyai aktivitas mempercepat proses dekomposisi kotoran secara biologis, sehingga bau dapat berkurang. Penambahan 2,5 ml EM4 R dan molasses per 100 kg kotoran ternak ayamun itik serta penambahan sekam, dedak dan sedikit air akan menghasilkan pupuk kompos super.



sumber : Fauziah
http://uwityangyoyo.wordpress.com

Sabtu, 02 Januari 2010

metode kebuntingan secara hormonal

Metode deteksi kebuntingan dengan hormonal antara lain dengan menggunakan hormon progesteron, dan immunilogic. Bukti kimia atas terjadinya konsepsi adalah dengan adanya peningkatan konsentrasi hormon progesteron dalam darah yang berfungsi untuk implantasi dan mempertahankan kebuntingan serta penurunan konsentrasi hormon estrogen dalam darah. Kelebihan dalam sistem ini, lebih mudah dilakukan, data bisa dibaca secara kuantitatif serta kelemahanya adalah; reaksi cukup lama, masa kebuntingan menghambat terjadinya reaksi aglutinasi dan dapat membunuh anti gen khusus (Hunter, 1995). Menurut pendapat (Hafez, 1993) penggunaan hormon progesteron berhubungan dengan terbentuknya estrone sulfat, estradiol 17 dan estradiol 17 dalam urine sebagai akibat ekresi hormon estrogen dalam darah pada kebuntingan, sedangkan penggunaan immunologic merangsang munculnya Early Pregnancy Factor (EPF). Salah satu diagnosa atau pemeriksaan kebuntingan ternak secara hormonal, dilakukan dengan penggunaan FeCl3 dan (NH4)6 Mo7 O24 4H2O yang digunakan untuk mengamati ada atau tidak ikatan ion fenol yang mencirikan adanya estrogen didalam urin (Samsudewa et al., 2003). Penentuan bunting atau tidak bunting dapat dilihat jika positif menunjukan terbentuknya suspensi hitam kecoklatan saat penetesan larutan pendahuluan dan terbentuknya endapan hitam kecoklatan yang berasal dari suspensi pada saat penetesan larutan penegas, sehingga hasil akhir yang dapat diamati terdapat tiga lapisan yaitu suspensi, larutan jernih ditengah dan endapan. Negatif menunjukan bahan yang tercampur secara homogen dengan urin tanpa adanya suspensi ataupun endapan. Positif negatif terbentuknya suspensi hitam kecoklatan saat penetesan bahan pertama tetapi pada penetesan bahan kedua tercampur secara homogen dengan urine (Samsudewa et al., 2004).


Daftar Pustaka

Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animal. 5 Edition. Lea and Febiger. Philadelphia.


Hunter, R.F.H. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik. ITB. Bandung.

Samsudewa, D. A. Lukman dan E. Sugianto. 2003. Identifikasi Ion Fenol dalam Urine Sebagai Alternatif metode Deteksi Kebuntingan Ternak. Lomba Karya Inovatif Mahasiswa 2003. Universitas Diponegoro. Semarang.  

Samsudewa, D. A. Lukman dan E. Sugianto. 2004. Seminar Internal Ilmiah Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, 13 April 2004. Universitas Diponegoro. Semarang.



Kamis, 10 Desember 2009

tak terasa....

dy semakin mendekat....mendekat....dan mendekat...

apa yang kan ku persiapkan....

ketika dy datang...

Sabtu, 14 November 2009

pencernaan ternak babi

Ternak Babi

Sistem pencernaan babi terdiri dari mulut, esofagus, lambung, duodenum, ileum, sekum, rektum dan anus. Babi mengambil makanan pakan, mengunyah, dan menyampurkannya dengan air liur (saliva) sebelum menelan. Saliva berfungsi sebagai pelumas. Perbedaannya pada babi saliva mengandung enzim yang mulai memecahkan bahan pakan menjadi unsur-unsur penyusunnya. Babi tidak terjadi proses memamah biak sebab seluruh bahan pakan telah dikunyah halus sebelum ditelan.
Pakan yang ditelan bergerak menuju esofagus kemudian masuk ke dalam lambung. Lambung pada babi juga berfungsi sebagai alat penampung bahan yang sudah tercerna. Volume lambung seekor babi hanyalah sekitar 8 liter.
Usus halus terdiri dari duedenum, jejunum, dan illeum adalah tempat terjadinya penyerapan atau absorpsi yang utama dari zat-zat pakan hasil pencernaan. Bahan-bahan pakan yang tidak tercerna dan tidak diserap bergerak dari usus halus menuju ke caecum dan ke usus besar. Di bagian usus besar komponen air diserap kembai dan sisa yang tertinggal dari proses pencernaan dikeluarkan melalui anus.

Tabel 1. Perbandingan kapasitas beberapa bagian saluran pencernaan dari berbagai jenis ternak (liter)
Tabel 1. Perbandingan kapasitas beberapa bagian saluran pencernaan dari berbagai jenis ternak (liter)

Bagian saluran pencernaan Jenis Ternak
Kuda Sapi Babi
Rumen , reticulum, omasum - 200 -
Lambung 17.6 15.4 7.7
Usus kecil 66 68.4 9.9
Sekum 82.5 9.9 1.1
Kolon dan rectum 15.4 28.6 8.8
Jumlah 181.5 342.1 27.5


pH lambung babi segera setelah mati yaitu 4.2 – 5.2 yang lebih stabil. Caecum merupakan suatu kantung buntu. Colon terdiri dari bagian-bagian yang naik , mendatar dan turun. Bagian yang turun berakhir direktum dan anus. Caecum mempunyai bantuk besar yang panjangnya kurang lebih 1,25 m dan kapasitas volumenya kurangn lebih 20-30 liter (60% dari jumlah volume seluruh alat-alat pencernaan). Caecum dan colon mempunyai fungsi seperti rumen pada ruminan yaitu tempat fermentasi serat kasar dan karbohidrat oleh mikroorganisme. Kolon besar mempunyai panjang kurang lebih 3-3,7 m, diemeter rata-ratanya 225 cm dan kapasitas volumenya kurang lebih dua kali caecum. Kolon kecil panjangnya sekitar 3,5 meter dan mempunyai diameter 7,5-10 cm. Colon merupakan tempat penyerapan air yang utama.

Senin, 09 November 2009

pencernaan

Sistem pencernaan pada kuda terdiri dari mulut, faring, esophagus, lambung, usus kecil, usus besar, dengan organ pelengkap gigi, lidah, saliva, hati, dan pancreas. Kuda dewasa dapat mensekresikan saliva sekitar 35 liter/ hari. Saliva kuda sedikit sekali atau tidak mengandung amilase.

Faring adalah penyambung rongga mulut dan esophagus. Panjang esophagus berkisar antara 125 - 150 cm. Kapasitas lambung kuda berkisar antara 8 - 15 liter atau kira-kira 10 – 12 % dari seluruh kapasitas alat pencernaan. Aktivitas mikroorganisme akan sangat terbatas di dalam lambung. Hal ini disebabkan karena populasi bakteri relative rendah dan waktu tinggal (retensi) dari makanan yang makannya. Hasil fermentasi di dalam lambung kuda adalah asam laktat dan bukan asam-asam lemak terbang (VFA). pH lambung kuda yang diukur segera setelah mati menunjukkan kisara yang cukup luas yaitu 1,6 – 6,0. Fermentasi dapat terjadi di daerah saccuscaecus, yaitu bagian yang tidak mempunyai sekresi yang meliputi 1/3 bagian permukaan lambung.

Panjang usus kecil ± 22 m, mempunyai diameter sekitar 7,5 – 10 cm dan kapasitasnya ± 40 – 50 liter. Panjang duodenum ± 1 meter. Panjang usus besar antar 7,5 – 8 meter. Sejumlah enzim alkalinposfatase didapatkan dalam usus besar. Sekum mempunyai panjang ± 1,25 meter dan kapasitas volumenya ± 20 – 30 liter. Sekum dan kolon pada batas-batas tertentu berfungsi sebagai tempat fermentasi, sintesis asam-asam amino/ protein dan vitamin B dan K oleh mikroorganisme. Kolon besar panjangnya ± 3 – 3,7 m, diameternya 20 – 25 cm dan kapasitas volumenya ± 2 x sekum. Kolon kecil panjangnya sekitar 3,5 m dan mempunyai diameter 7,5 – 10 cm. Kolon merupakan tempat penyerapan air yang utama. Panjang rectum ± 30 cm.

Kuda mempunyai bagian-bagian usus yang relative lebih besar dibandingkan dengan ruminansia, yang seolah-olah merupakan kompensasi dari kecilnya lambung sebagai tempat fermentasi. Kuda dapat mencernakan serat ± 60 – 70 %.